DAMPAK KEMISKINAN DI INDONESIA DAN SOLUSINYA
Kemiskinan memang menjadi masalah utama di berbagai belahan dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia ini. Masyarakat miskin Indonesia mencapai 13,33 persen atau sebanyak 31,02 juta orang, dari jumlah penduduk Indonesia. Ini data yang disajikan Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2010 lalu. Di akhir tahun 2010, jumlah kemiskinan tersebut tentunya tidak jauh berbeda pertambahan ataupun pengurangannya. Sungguh ironi bagi kita, bahwa kehidupan sekelompok orang yang memiliki harat melimpah- ruah, ternyata masih banyak orang- orang yang miskin bahkan sulit untuk mencari makan sehari-hari.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan
evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah
mapan.
Dimensi dan Klasifikasi Kemiskinan
Konsep kemiskinan merupakan suatu konsep yang multidimensional
sehingga konsep kemiskinan tidak mudah untuk dipahami. Menurut Widodo,
(2006:296) Kemiskinan paling tidak memiliki tiga dimensi, yaitu :
a) Kemiskinan politik.
Kemiskinan politik memfokuskan pada derajat akses terhadap
kekuasaan (power). Yang dimaksud kekuasaan disini meliputi tatanan
sistem sosial politik yang menentukan alokasi sumber daya untuk kepentingan
sekelompok orang atau tatanan sistem sosial dan menentukan alokasi sumber daya.
b) Kemiskinan sosial.
Kemiskinan sosial adalah kemiskinan karena kekurangan jaringan
sosial dan struktur yang mendukung untuk mendapat kesempatan agar produktivitas
seseorang meningkat. Dengan kata lain kemiskinan sosial adalah kemiskinan yang
disebabkan adanya faktor-faktor menghambat yang mencegah dan menghalangi
seseorang untuk memanfaatkan kesempatan yang tersedia.
c) Kemiskinan Ekonomi
Kemiskinan dapat diartikan suatu keadaan kekurangan sumber
daya (resources) yang digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan
menetapkan persediaan sumber daya yang tersedia pada kelompok ini dan
membandingkannya dengan ukuran-ukuran baku. Sumber daya yang dimaksud dalam pengertian ini mencakup konsep ekonomi yang luas tidak hanya
merupakan pengertian finansial, dalam hal ini
kemampuan finansial keluarga untuk memenuhi kebutuhan, tetapi perlu
mempertimbangkan semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Kemiskinan berdasarkan penyebab terjadinya kemiskinan tersebut, yaitu :
Kemiskinan berdasarkan penyebab terjadinya kemiskinan tersebut, yaitu :
a)
Kemiskinan Individu,
Kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya
cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan
lain-lain.
b)
Kemiskinan Alamiah,
Kemiskinan yang disebabkan lebih dikarenakan oleh masalah alam,
misalnya kondisi geografis suatu daerah yang tidak mendukung untuk berkembang,
atau dapat pula karena faktor-faktor alam lainnya seperti bencana alam
c)
Kemiskinan Kultural,
Kemiskinan yang disebabkan rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu; misalnya
rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain. Erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak
mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak
lain yang membantunya
d)
Kemiskinan Struktural, disebabkan oleh
kesalahan sistem pemerintahan suatu negara
Negeri kita indonesia mempunyai tingkat problem kemiskinan yang sangat tinggi dan oleh karena itu negeri Kita tidak akan menjadi bangsa yang besar karena mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Karena untuk menjadi bangsa yang besar mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah.
Sesungguhnya kemiskinan bukanlah persoalan baru di negeri ini. Sekitar seabad sebelum kemerdekaan Pemerintah Kolonial Belanda mulai resah atas kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Pada saat itu indikator kemiskinan hanya dilihat dari pertambahan penduduk yang pesat.
Kini di Indonesia jerat kemiskinan itu makin akut. Jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 saja mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen [www.bps.go.id]. Kemiskinan tidak hanya terjadi di perdesaan tapi juga di kota-kota besar seperti di Jakarta. Kemiskinan juga tidak semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.
Pertanyaannya seberapa parah sesungguhnya kemiskinan di Indonesia? Jawabannya mungkin sangat parah. Sebab, kemiskinan yang terjadi sudah merajarela Hal tersebut bisa kita buktikan dan dicarikan jejaknya dari banyaknya kasus yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini.
Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat
umumnya begitu banyak dan kompleks. Dengan banyaknya pengangguran berarti
banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak
bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan
pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli
masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat
pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
Dalam konteks daya saing secara
keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan
kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk
mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain
secara global. Dalam konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli
masyarakat kenaikan harga beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.
Razali Ritonga menyatakan perkiraan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang
cukup dominan terhadap penentuan garis kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya
[74,99 persen].
Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan
saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan
kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau
pertumbuhan [growth]. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997
silam misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga
kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran
perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata
lain meraka terpaksa di-PHK [Putus Hubungan Kerja].
Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak
terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang
tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak
ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan
hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong,
mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum
dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya
besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah
yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya
pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah
atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat
mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja
mereka sudah kesulitan.
Bagaimana seorang penarik becak misalnya
yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya
untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang
berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan
fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi sesungguhnya negara sudah melakukan
"pemiskinan struktural" terhadap rakyatnya.
Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin
terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya
tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan
seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan
bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang
menuntut keterampilan di segala bidang.
Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui,
biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi
rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya
melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
Kelima, konflik sosial bernuansa SARA.
Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan
atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang
kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan
"keamanan" dan perlindungan hukum dari negara, persoalan
ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang
subjektif.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang
kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah
orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan,
semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan
maupun perkotaan.
Karena itu situasi di Indonesia sekarang
jelas menunjukkan ada banyak orang terpuruk dalam kemiskinan bukan karena malas
bekerja. Namun, karena struktur lingkungan [tidak memiliki kesempatan yang
sama] dan kebijakan pemerintah tidak memungkinkan mereka bisa naik kelas atau
melakukan mobilitas sosial secara vertikal.
solusinya
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di
atas kuncinya harus ada kebijakan dan strategi pembangunan yang komprehensif
dan berkelanjutan jangka panjang. Pemerintah boleh saja mengejar
pertumbuhan-ekonomi makro dan ramah pada pasar. Tetapi, juga harus ada
pembelaan pada sektor riil agar berdampak luas pada perekonomian rakyat.
Ekonomi makro-mikro tidak bisa dipisahkan
dan dianggap berdiri sendiri. Sebaliknya keduanya harus seimbang-berkelindan
serta saling menyokong. Pendek kata harus ada simbiosis mutualisme di antara
keduanya.
Perekonomian nasional dengan demikian
menjadi sangat kokoh dan vital dalam usaha pemenuhan cita-cita tersebut.
Perekonomian yang tujuan utamanya adalah pemerataan dan pertumbuhan ekonomi
bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tanpa perekonomian nasional yang kuat dan
memihak rakyat maka mustahil cita-cita tersebut dapat tercapai. Intinya tanpa
pemaknaan yang subtansial dari kemerdekaan politik menjadi kemerdekaan ekonomi
maka sia-sialah pembentukan sebuah negara. Mubazirlah sebuah pemerintahan. Oleh
karenanya pentingnya menghapus kemiskinan sebagai prestasi pembangunan yang
hakiki. [Saya mendapatkan referensi atau ide kompas,okezone dan
lain-lain].
No comments:
Post a Comment