Ditinjau dari
sifat dan coraknya, ilmu pendidikan Islam dapat dibagi menjadi empat bagian.
Pertama, ilmu pendidikan Islam yang bercorak normatif, yaitu kajian ilmu
pendidikan yang berbasis pada ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadis. Kedua, ilmu pendidikan yang bercorak filosofis, yaitu kajian pendidikan yang
berbasis pada penalaran mendalam yang dilakukan para sarjana muslim. Ketiga,
ilmu pendidikan Islam yang bercorak historis empiris, yaitu kajian pendidikan
Islam yang bertumpu pada informasi yang tercatat dalam sejarah dan dapat
dilacak akar-akarnya, dan keempat ilmu pendidikan Islam yang bercorak aplikatif,
yakni kajian pendidikan Islam yang bertumpu pada sistem dan cara penerapannya.
Keempat sifat dan corak ilmu pendidikan Islam tersebut sangat penting untuk
dikaji secara bersamaan, namun yang harus dijadikan fokus utama adalah sifat
dan corak normatifnya yang berlandaskan al-Qur’an dan hadis.
Sebagai
landasan pendidikan Islam, maka al-Qur’an memiliki kedudukan sebagai qat’ī
al-dalālah. Sedangkan hadis, ada yang qat’ī al-dalālah dan ada yang zannī
al-dalālah. Karena demikian halnya, maka yang harus dijadikan landasan
pertama dan utama dalam pendidikan Islam adalah al-Qur’an, di mana di dalamnya
banyak ditemukan ayat-ayat yang berkenaan dengan teori belajar-mengajar, dan
teori belajar-mengajar itu sendiri merupakan esensi dari pendidikan.
Di samping
teori belajar mengajar, ada pula teori nativisme, empirisme, dan konvergensi.
Teori-teori ini erat kaitannya dengan teori belajar mengajar yang bersumber
dari aliran-aliran klasik dan merupakan benang merah yang menghubungkan
pemikiran-pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang.
Aliran-aliran itu mewakili berbagai variasi pendapat tentang pendidikan, mulai
dari yang paling pesimis sampai dengan yang paling optimis. Aliran yang paling
pesimis memandang bahwa pendidikan kurang bermanfaat, bahkan mungkin merusak
bakat yang telah dimiliki anak. Sedang sebaliknya, aliran yang sangat optimis
memandang anak seakan-akan tanah liat yang dapat dibentuk sesuka hati. Banyak
pemikiran yang berada di antara kedua kutub tersebut, yang dipandang sebagai
variasi gagasan dan pemikiran dalam pendidikan.
Ketiga aliran
pendidikan yang disebutkan di atas, juga memiliki keterkaitan erat dengan
petunjuk al-Qur’an tentang masalah fitrah manusia. Karena itulah, maka dapat
dirumuskan bahwa sangat penting untuk dibahas berbagai petunjuk al-Qur’an
tentang teori belajar mengajar dan kaitannya dengan teori nativisme, teori
empirisme, dan teori konvergensi.
Terdapat
perbedaan pandangan tentang teori belajar dalam berbagai aliran-aliran
pendidikan. Perbedaan-perbedaan itu, berpangkal pada berbedanya pandangan
tentang perkembangan manusia yang banyak ditemukan pembahasannya dalam
psikologi pendidikan.
Teori-teori
belajar dan mengajar yang muara akhirnya adalah perkembangan intelektual, pada
dasarnya dapat dilihat dari berbagai teori yang terdapat dalam tiga aliran
pendidikan, yakni aliran nativisme, aliran empirisme, dan aliran konvergensi.
1.Nativisme
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ; kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut
aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik
dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh
pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan
bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”. Pendidikan
yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan
berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.
Bagi nativisme,
lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa jika
anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat, sebaliknya apabila
mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan
pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama
(pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman 1788-1860). Tokoh
lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari Perancis.
Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri
manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang
tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang
tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang
menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan
dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
2.Empirisme
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme (empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci dalam pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor lingkungan.
Dalam teori
belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition
yang mementingkan stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari
dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam
bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis
aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John Locke (1704-1932)
yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan
kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan
akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan demikian,
dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan penting
terhadap keberhasilan belajar peserta didiknya.
Menurut Redja
Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan behavioral, karena
menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran kajaiannya,
dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar
semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar peserta
didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya. Keberhasilan
ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam mengajar mereka.
3.Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu, yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Perintis aliran
konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa
Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak
kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang
cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka kecerdasakan
anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar peserta
didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan keberhasilan
dalam pembelajaran.
Ketika
aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan
dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah
disebutkan (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan
yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat
sebelah. Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima
seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang
peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian, terdapat variasi
pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan
tumbuh-kembang itu.
Keberhasilan
teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan,
diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran
lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi
oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justreru lingkungan
yang mempengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran
konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa
sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an
sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam menerangkan teori belajar mengajar
telah memberikan konsep terhadap pemikiran yang terdapat aliran nativisme,
empirisme dan konvergensi. Dalam hal ini, al-Qur’an menegaskan bahwa pembawaan
seorang anak (peserta didik) sejah lahirnya disebut fitrah, dan fitrah ini
adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah menurut
al-Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga dapat
menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini, maka
sangat pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
a.
Aliran
Nativisme
Aliran nativisme merupakan pendapat dari A.Schopenhaver yang menyatakan bahwa pada perkembangan anak, faktor keturunan yang lebih mempengaruhi daripada faktor lingkungan, misalnya seorang bapak yang sifatnya jahat, kemungkinan besar anaknya pasti akan menjadi penjahat walaupun lingkungan tempat mereka tinggal merupakan lingkungan yang tergolong baik.
Aliran nativisme merupakan pendapat dari A.Schopenhaver yang menyatakan bahwa pada perkembangan anak, faktor keturunan yang lebih mempengaruhi daripada faktor lingkungan, misalnya seorang bapak yang sifatnya jahat, kemungkinan besar anaknya pasti akan menjadi penjahat walaupun lingkungan tempat mereka tinggal merupakan lingkungan yang tergolong baik.
b.
Aliran
Emperisme
Aliran emperisme dikemukakan oleh John Locke yang menyatakan bahwa pada perkembangan anak, faktor lingkungan lebih berperan daripada faktor keturunan. Misalnya seorang anak yang memiliki keturunan yang bersifat baik, tetapi lingkungan disekitarnya buruk atau teman-teman yang sering diajaknya bermain berprilaku buruk, pasti si anak akan meniru kebiasaan tersebut, karena pergaulan sangat berpengaruh pada tingkah laku pada anak, khususnya dikalangan remaja.
Aliran emperisme dikemukakan oleh John Locke yang menyatakan bahwa pada perkembangan anak, faktor lingkungan lebih berperan daripada faktor keturunan. Misalnya seorang anak yang memiliki keturunan yang bersifat baik, tetapi lingkungan disekitarnya buruk atau teman-teman yang sering diajaknya bermain berprilaku buruk, pasti si anak akan meniru kebiasaan tersebut, karena pergaulan sangat berpengaruh pada tingkah laku pada anak, khususnya dikalangan remaja.
c.
Aliran
Konvergensi
Aliran konvergensi dikemukakan oleh William Stern yang menyatakan bahwa faktor keturunan sama besar pengaruhnya dengan faktor lingkungan. Disini keduanya sama-sama sangat berpengaruh pada perkembangan anak, jadi jika anak dididik dengan baik, walaupun dari keturunan yang buruk, kemungkinan si anak dapat berprilaku baik. Disini juga dituntut bimbingan dari keluarga dan juga masyarakat tempat ia tumbuh.
Menurut pendapat saya pribadi ketiga aliran tersebut sama-sama bagus dan sesuai, ketiganya tidak ada yang salah, dan sekarang tergantung pada kita, baik buruknya sikap kita ditentukan oleh kita sendiri bukan dari orang lain karena orang lain juga belum tentu benar.
Aliran konvergensi dikemukakan oleh William Stern yang menyatakan bahwa faktor keturunan sama besar pengaruhnya dengan faktor lingkungan. Disini keduanya sama-sama sangat berpengaruh pada perkembangan anak, jadi jika anak dididik dengan baik, walaupun dari keturunan yang buruk, kemungkinan si anak dapat berprilaku baik. Disini juga dituntut bimbingan dari keluarga dan juga masyarakat tempat ia tumbuh.
Menurut pendapat saya pribadi ketiga aliran tersebut sama-sama bagus dan sesuai, ketiganya tidak ada yang salah, dan sekarang tergantung pada kita, baik buruknya sikap kita ditentukan oleh kita sendiri bukan dari orang lain karena orang lain juga belum tentu benar.
No comments:
Post a Comment