Monday 26 August 2013

PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

a.      Pengertian Pemberdayaan Masyarakat.
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment” yang secara harfiah bisa diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam arti pemberian atau peningkatan “kekuasaan” (power) kepada masyarakat yang tidak beruntung.
Menurut Sunyoto Usman, pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses dalam bingkai usaha memperkuat apa yang lazim disebut community self-reliance atau kemandirian. Dalam proses ini masyarakat didampingi untuk membuat analisis masalah yang dihadapi, dibantu untuk menemukan alternatif masalah tersebut,serta di perlihatkan strategi memanfaatkan berbagai resources yang dimiliki dan dikuasai. Dalam proses itu masyarakat dibantu bagaimana merancang sebuah kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, bagaimana mengimplementasikan rancangan tersebut, serta bagaimana membangun strategi memperoleh sumber-sumber eksternal yang dibutuhkan sehingga memperoleh hasil optimal.[1]
Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan dan memampukan masyarakat.[2]
Robinson menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan sosial, suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, dan kebebasan bertindak. Sedangkan Ife mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment” yang berarti memberi daya, memberi “power” kepada pihak yang kurang berdaya.
Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih di berdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa tergantung pada pertolonan dari hubungan eksternal.
Pranarka dan Vidhyandika menjelaskan bahwa proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagai kekuatan, kekuasaana atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kedua, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
b.      Ciri-Ciri Masyarakat Berdaya.
Sumardjo menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu:
1.      Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan kedepan).
2.      Mampu mengarahkan dirinya sendiri.
3.      Memiliki kekuatan untuk berunding.
4.      Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerja sama yang saling menguntungkan.
5.      Bertanggungjawab atas tindakannya.
Selamet menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham, termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama, tahu berbagi alternativ, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi.
Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang di harapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggung jawab.[3]
c.       Strategi Pemberdayaan
Person et.al. menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pemberdayaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien dalam setting pertolongan perseorangan. Meskipun pemberdayaan seperti ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien, hal ini bukanlah strategi utama pemberdayaan. Namun demikian, tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat dilakukan melalui kolektivitas.
        Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan tiga matra pemberdayaan: mikro, mezzo, makro.
1.    Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya.
2.    Mezzo. Pemberdayaan di lakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya di gnakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
3.   Makro. Pendekatan ini jug disebut sebagai strategi sistem besar, karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kopetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta mnentukan strategi yang tepat untuk bertindak.[4]
Dalam teori sosial, pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep.
1)      Masyarakat sebagai sebuah tempat bersama, yakni sebagai sebuah wilayah geografi yang sama.
2)      Masyarakat sebagai kepentingan bersama, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas.[5]
d.      Macam-Macam Pemberdayaan.
Ada tiga macam pemberdayaan yang harus di perjuangkan dalam konteks keumatan masa kini. Yakni pemberdayaan dalam tataran ruhaniah, intlektual, dan ekonomi.[6]
1.     Pemberdayaan pada mata ruhaniah, dalam pandangan Agus Efendi, degradasi moral atau pergeseran nilai masyarakat islam saat ini sangat mengguncang kesadaran islam. Keperibadian kaum muslim terutama mayoritas generasi mudanya begitu telanjang terkooptasi oleh budaya negativ barat yang merupakan antitesadari nilai-nilai Islam, hal ini diperparah dengan gagalnya pendidikan agama di hampir semua lini pendidikan.
2.     Pemberdayaan intelektual. Dengan sangat telanjang dapat dirasakan betapa umat Islam yang ada di Indinesia bahkan dimanapun sudah terlalu tertinggal dalam kemajuan dan penguasaan teknologi. Untuk itu diperlukan berbagai upaya pemberdayaan intelektualsebagai sebuah perjuangan besar.
3.     Pemberdayaan ekonomi. Masalah kemiskinan menjadi demikian identik dengan masyarakat Islam Indonesia. Pemecahannya adalah tanggung jawab masyarakat sendiri yang selama ini selalu terpinggirkan.
e.       Pemberdayaan dalam Islam
Pada dasarnya Islam adalah agama pemberdayaan. Dalam pandangn Islam, pemberdayaan merupakan gerakan tanpa henti. Hal ini sejalan dengan paradigma Islam sendiri sebagai agama perubahan.[7]
Dalam konteks Indonesia, masyarakat Islam sebagai penghuni mayoritas bangsa masih terlalu jauh dari segala keunggulan bila dibandingkan dengan sesama umat manusia dari Negara-negara lain. Fakta ini menuntut adanya pemberdayaan yang sistematis dan terus-menerus untuk melahirkan masyarakat yang berkualitas.
Situasi ekonomi masyarakat Islam Indonesia bukan untuk di ratapi, melainkan untuk dicarikan jalan pemecahannya. Untuk keluar dari himpitan ekonomi ini, diperlukan perjuangan besar dan gigih dari setiap komponen umat. Setiap pribadi muslim di tantang untuk lebih keras dalam bekerja, berkreasi, dan berwirausaha, lebih-lebih dalam bekerja sama, komunikatif dalam berinteraksi, lebih skillful dalam memfasilitasi jaringan kerja, dan lebih profesional dalam mengelola potensi-potensi dan kekuatan-kekuatan rill ekonomi umat, Untuk bisa keluar dari himpitan ekonomi seperti sekarang ini. Di samping penguasaan terhadap life skill atau keahlian hidup, keterampilan berwirausaha, dibutuhkan juga pengembangan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang selama ini tidak pernah dilirik.
Dengan demikian, pengembangan atau pemberdayaan masyarakat Islam merupakan model empiris pengembangan perilaku individual dan kolektif dalam dimensi amal saleh, dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat. Sasaran individual yaitu setiap individu muslim, dengan orientasi sumber daya manusia. Sedangkan sasaran komunal adalah kelompok atau komunitas muslim, dengan orientasi pengembangan sistem masyarakat. Dan sasaran institusional adalah organisasi Islam dan pranata sosial kehidupan, dengan orientasi pengembangan kualitas dan islamitas kelembagaan.
f.       Tujuan dan Tahapan Pemberdayaan Masyarakat
Jamasy mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggung jawab utama dalam pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan, kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik, material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan.
Terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.
Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya atau kemampuan yang dimilikinya.[8]


[1]Abu Huraerah, Pengorganisasian Dan Pengembangan Masyarakat (Bandung:Humaniora,2008), h.87.
[2]Murdi Yatmo Hutomo, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Bidang Ekonomi Tinjaun Teoritik dan Implementasi (Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta,2001), h.10.
[3]Mahrup, Problematika DakwahTuan Guru Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Desa Aik Mual Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah (Skripsi: IAIN Mataram, 2009), h. 20.
[4]Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat,(Bandung: PT Refika Aditama, 2009),h. 66-67.
[5]Abd. Muin, M. Dkk, Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren (Jakarta: CV Prasasti, 2007 ), h. 28.
[6]Nanih Machendrawaty, Pengembangan Masyarakat Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya,2001), h. 44.
[7]Ibid,h. 41.
[8]Edi Suharto, Membangun Masyarakat, h. 21.

No comments:

Post a Comment